Selasa, 01 Juni 2010

Peran Strategis Pengkajian dan Pengembangan

Pengkajian dan Pengembangan merupakan kegiatan dalam rangka mencari kebenaran, baik yang bersifat epistemologi maupun yang bersifat empiris. Keberadaan pengkajian dan pengembangan harus mampu mengungkapkan timbulnya gejala-gejala ketidaksesuaian / ketidakberesan, harus mampu memecahkan segala permasalahan yang berkembang, serta harus mampu memberikan solusi yang tepat dengan jalan menghimpun, mengolah, dan menganalisa data secara representatif, obyektif, valid, dan reliable. Dengan demikian hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan strategi Polri, baik dalam bidang pembinaan maupun operasional.
Sebagai dasar pertimbangan perlunya hasil pengkajian dan pengembangan sebagai masukan dalam penyiapan kebijakan strategi Polri adalah:
  1. Kualitas kebijakan strategi Polri baik dalam tataran pembinaan maupun operasional dapat lebih ditingkatkan bila dilengkapi dengan masukan dan rekomendasi yang diangkat dari hasil pengkajian dan pengembangan yang terfokus dan teliti;
  2. hasil pengkajian dan pengembangan dapat memperkuat landasan proses pengambilan kebijakan strategis di lingkungan organisasi Polri melalui penyediaan masukan dan rekomendasi yang diangkat dari hasil pengkajian (penelitian) empiris yang relevan dengan kebutuhan organisasi;
  3. melalui kegiatan pengkajian dan pengembangan, peningkatan pelaksanaan tugas pokok dapat diwujudkan ke dalam suatu strategi dan arahan kebijakan yang mampu memicu kemampuan / kinerja Polri.
Sehubungan dengan pertimbangan strategis tersebut, pengemban fungsi pengkajian dan pengembangan harus mampu membaca berbagai situasi, kondisi, dan berbagai isu-isu strategis yang terjadi, serta mampu beradaptasi dengan berbagai prioritas kebijakan dan strategi Polri sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen-dokumen perencanaan, baik yang termuat dalam Grand Strategi Polri 2005-2025 maupun dalam Perencanaan Strategi Polri khususnya yang saat ini sedang dilaksanakan (Renstra 2010-2014).
Di samping itu, dalam menjalankan peran dan fungsinya, pengemban fungsi di bidang pengkajian dan pengembangan juga dituntut untuk mampu dan saling melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik institusi/lembaga pemerintah maupun non pemerintah.
Harus dipahami bersama, bahwa kegiatan pengkajian dan pengembangan memiliki dimensi tugas yang luas, sehingga output yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh beragam pengguna (user). Dalam kaitannya dengan pengambilan kebijakan publik, institusi pengkajian dan pengembangan berperan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, pengkajian atau telaahan untuk merumuskan berbagai rekomendasi atau masukan, yang oleh jajaran pimpinan Polri akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan langkah-langkah operasional secara lebih lanjut.
Sejalan dengan itu, peran strategis yang diharapkan dari keberadaan pengkajian dan pengembangan di lingkungan Polri dalam mendukung kebijakan dan strategi Polri, adalah sebagai berikut:
  1. Kegiatan pengkajian dan pengembangan dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan strategis Polri, terutama dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan di era globalisasi ini.
  2. Kegiatan pengkajian dan pengembangan dapat memperkuat landasan pengambilan langkah dan kebijakan, karena rekomendasi yang dihasilkan didukung oleh data dan fakta yang valid.
  3. Selain diperlukan dalam hal identifikasi masalah-masalah strategis baik yang bersifat aktual maupun potensial, termasuk yang diprediksikan akan dihadapi Polri dalam jangka menengah atau jangka panjang, fungsi pengkajian dan pengembangan juga diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan teknis kepada pimpinan Polri dalam pengambilan langkah dan kebijakan strategis jangka pendek untuk menyikapi dinamika dan situasi.
  4. Keberadaan pengkajian dan pengembangan memiliki peran yang sangat strategis, yakni: Pertama, Peran di awal, yakni sebagai masukan (input) dalam proses penyusunan langkah-langkah atau kebijakan strategis Polri ke depan; Kedua, Peran antara, yakni untuk memberikan berbagai input/rekomendasi dalam rangka implementasi program-program strategis Polri yang tengah berjalan. Hal ini berguna, baik sebagai kontrol maupun katalisator dalam pencapaian sasaran program; dan Ketiga Peran di akhir, yakni memberikan masukan (input) dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan program sebagai bentuk evaluasi, sehingga dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan program selanjutnya.

STRATEGI MEMBANGUN KOMITMEN GUNA MEWUJUDKAN POLISI YANG BERMORAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN CITRA POLRI


Hasil Penelitian Ditjianbang Sespim Polri
RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah menetapkan tiga kebijakan penting sebagai konsekuensi reformasi nasional berdimensi majemuk yaitu perbaikan instrumental, struktural, dan kultural. Dua hal terakhir sering dikaitkan dengan mashab dalam memamandang kehidupan organisasi, struktural berdimensi makro dan kultural berdimensi mikro. Pendekatan kultural mementingkan kekuatan keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai dasar perubahan perbaikan organissi dan kinerjanya. Keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma moral tersebut akan ditanamkan ke dalam setiap personel Polri yang akan memandu perilaku setiap warga Polri.
Problem Polri dewasa ini adalah memberikan dasar profesionalisme dan kinerja organisasi Polri dengan menanamkan keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma moral sehingga Polri sebagai pelayan publik semakin dipercaya dan memuaskan. Kondisi ini dapat meningkatkan citra positif Polri di mata publik sehingga dukungan masyarakat semakin besar dan luas.
Profesionalisme tanpa basis keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma moral akan hampa tanpa makna. Ukuran-ukuran materialistis teknis akan dominan dan ukuran-ukuran kemanusiaan akan semakin tergeser, bahkan prinsip tujuan menghalalkan cara akan ditempuh, sementara prosedur-prosedur baku diterapkan secara kaku dan tak manusiawi. Tak jarang aneka penyimpangan tetap terjadi dan diam-diam dibenarkan institusi secara terselubung. Kondisi yang bertentangan dengan keyakinan fungsi dan tugas Polri harus segera diatasi, antara lain dengan landasan komitmen moral bahwa semakin kuat peranan keyakinan, nilai-nilai, dan kaidah moral kolektif berkembang, akan semakin mantap kinerja perbaikan Polri.

Pola Kerja Holistis, Komprehensif Interdisipliner dan Terpadu
Membangun Polri ideal: mandiri, profesional, dan bermoral, sejalan dengan reformasi polri yang dihadapkan pada permasalahan kompleks di dalam diri Polri dan masyarakat bangsa. Perubahan cepat baik di dalam maupun di luar negeri, terutama oleh globalisasi semakin mempertegas perlunya membangun Polri ideal berangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada beserta perkembangannya.
Kinerja Polri dan para personelnya dapat diperoleh dengan penyiapan personel yang baik dan penyediaan pendidikan dan pelatihan, menyediakan kesemptan belajar terus menerus secara indvidual, kelompok dan organisasi, dan fasilitasi berkembang menyertai tugas-tugas mereka. Penyiapan personel Polri yang kurang baik memadai (underprepared) terutama mereka yang bekerja di wilayah-wilayah rawan dan kritis akan menghasilkan kinerja yang buruk. Untuk itu perlu dilihat kembali standar penyiapan personel Polri. Namun demikian, penyiapan Polri yang baik pun belum memberikan jaminan hadirnya pelayanan publik yang baik dan memuaskan.
Fenomena penyimpangan terhadap komitmen moral terjadi berupa aneka deviansi. pelanggaran yang paling disorot masyarakat dari waktu ke waktu adalah korupsi yaitu suatu tindakan melawan aturan, ketentuan dan nilai-nilai untuk kepentingan diri sendiri ataupun orang lain. Baker dan Carter memberikan gambaran deviansi seperti berikut: Criminal and non-criminal behaviors committed during the course of normal work activities or committed under the guise of a police office’s authority. Disebutkan selnjutnya bahwa korupsi itu sangat problemtik dengan alasan berikut :
  • Tindakan korup itu termasuk kegiatan kriminal
  • Korupsi cenderung melindungi tindakan kriminal lainnya
  • Korupsi melemahkan sistem keadilan menangani kriminal
  • Korupsi melemahkan profesioalisme organisasi
  • Korupsi menelan biaya mahal
  • Korupsi melemahkan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap organisasi dengan indikasi adanya korupsi di dalamnya
Penyimpangan biasanya berangkat dari yang kecil dan berkembang menjadi besar dan luas manakala tak ditangkal sejak dini. Ada tiga jenis dan tipe korupsi: Dua utama yaitu jenis grass eating dan meat eating. Grass eating itu jenis korupsi yang dikerjakan oleh pelaku secara pasif dengan menerima sogokan misal. Jenis meat eating itu korupsi yang dikerjakan secara aktif dan agresif dan beramai-ramai.
Kompleksitas kehidupan masyarakat bangsa akan tercermin juga di dalam tubuh Polri dan anggotanya. Oleh sebab itu pemahaman dan penangannya memerlukan pendekatan interdisipliner meliputi pemahaman dan tindakan dari dimensi historis kultural, sosial, psikologis, agama, dan pendidikan. Polri tak akan optimal hanya dengan pendekatan hukum posisitif, legalitas kewenagan, serta hal-hal teknologis keilmuan semata-mata.
Kajian tentang komitmen moral Polri kali ini juga memberikan perhatian terhadap fenomena yang menjadi wacana masyarakat ini. Hal ini tidak jauh berbeda dengan lepas dari wacana persepsi negatif masyakatan terhadap badan-badan legislatif, lembaga peradilan, dan dunia bisnis yang sering dinilai sarat dengan aneka penyimpangan korupsi, suap, uang komisi, pemberian pelicin, dan berbagai pemberian lainnya. Di sinilah berlaku ungkapan Polri yang baik lahir dari masyarakat yang baik, dan masyarakat yang baik lahir oleh Polri yang baik. Oleh sebab itu kerja holistis, komprehensif, ineterdisipliner dan terpadu menjadi suatu kebutuhan.

Metodologi Pengkajian Komitmen Moral Polri
Kerangkan kerja konseptual pengkajian ini adalah identifikasi nilai-nilai yang dikembangkan Polri dan gugus-gusus nilai tersebut sebagaimana diikuti luas oleh personel Polri. Gugus-gugus nilai ini dilacak melalui suatu inventori utuk melihat kecenderungan implementasinya. Struktur gugus nilai dan kecenderungan penerapannya dapat dipakai untuk memahami komitmen moral Polri.
Langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi kejelasan keyakinan, nilai-nilai, dan norma moral yang dianut Polri, dinamika deskripsi dan indikator mereka. Sikap Polri terhadap komitmen moral dikaji dengan survai lewat inventori dan wawancara. Persiapan untuk itu tim peneliti bersama Sespim Polri adalah diskusi dan menghasilkan TOR pengkajian. Berangkat dari TOR tersebut Tim dan Sespim Polri mengundang pakar berbagai disiplin membahas komitmen moral Polri melalui FGD, dan hasilnya berupa kerangka kerja memotret komitmen moral Polri. Instrumen pengamatan lapangan yang dihasilkan diujicobakan di Polda DIY. Empat Polda yaitu Polda Sumut, Banten, Jatim, dan Sulsel dipilih sebagai sampel pengkajian. Data dikumpul dengan kuesioner dan wawancara. Data yang telah terkumpul dideskripsikan untuk memperoleh berbagai profil komitmen moral Polri. Analisis data mengikuti penggugusan nilai-nilai sebagaimaa terekam dalam pengkajian ini. Temuan-temuan akan menjadi masukan bagi pembinaan komitmen moral Polri dan perbaikan kinerja Polri dan personelnya.

Peranan Nilai-nilai dalam Perilaku Organisasi dan Pensonelnya
Kajian dan pencermatan terhadap aneka dokumen resmi Polri mengasilkan indentifikasi nilai-nilai sebagai berikut: ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran (honesty), kebenaran, kedisiplinan, pantang berbuat jahat, kesatria, .kerja sama, toleransi, keberanian, keadilan, persamaan, persatuan, keadilan, ketulusan (keikhlasan), kesetiakawanan/ kepedulian sosial, respek, tanggungjawab, sopan santun (mannerism), trust, keramahan (kindness), kepatuhan (obedience, conformity), kemandirian (independence), dan demokrasi. Daftar ini belum tuntas, masih banyak nilai-nilai yang perlu diidentifikasi dan dibuat deskripsi singkatnya. Selama ini cenderung ada anggapan bahwa semua orang sudah tau arti dari setiap nilai yang ada sehingga definisi tak lagi perlu. Akibatnya konsensus makna tak diketahui.


Gambar 1 : Pilihan Responden untuk nilai penting dan kurang penting

Hasil pilihan responden di empat Polda pada instrumen wawancara tentang 22 indikator komitmen moral Polri dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat perolehan skor persentase pilihan responden yang mencolok baik untuk 5 indikator penting maupun 5 kurang penting dibandingkan dengan skor persentase 12 indikator komitmen moral yang tidak terpilih. Besarnya perbedaan antara 5 indikator yang dipilih baik untuk kelompok penting dan kurang penting menunjukkan kecenderungan responden dari 4 Polda mempunyai konsep nilai indikator komitmen moral Polri yang seragam, meskipun lokasi Polda sangat berjauhan dan masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Di sisi lain, kondisi ini menunjukkan keberhasilan pendidikan dan pembinaan anggota Polri khususnya untuk pemahaman nilai moral Polri.


Indikator Nilai-nilai Moral Polri
Komitmen Moral POLRI merupakan rasa tanggung jawab untuk mengerjakan ajaran moral yang terkandung dalam Tribrata, Catur Prasetya, dan Kode Etik Profesi Polri. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), yang melibatkan pakar pendidikan Nilai, pakar Hukum, dan pakar pendidikan agama, dapat diperoleh 22 nilai-nilai yang harus dimiliki oleh polisi. Ke-22 nilai ini merupakan hasil penjabaran dari Tri Brata dan Catur Prasetya Polri.
Dari ke-22 nilai yang ada, dipilih 7 nilai yang mewakili nilai inti, dan nilai-nilai selain inti kepolisian, Ketujuh nilai tersebut meliputi kejujuran, keadilan, keberanian, tanggungjawab, keteladanan, ksatria (dignity), dan keikhlasan/ketulusan. Selanjutnya konsep nilai-nilai ini ditanyakan kepada anggota Polri, baik itu kepada Perwira maupun bintara, kepada anggota-anggota bagian fungsi Polri, baik Lantas, Reskrim, SPK, Min/Ropers, dan juga kepada anggota Dikpol (tenaga pendidik maupun siswa).
Mencermati pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep nilai yang dimiliki anggota Polri telah selaras dengan konsep nilai pada umumnya. Namun pendapat-pendapat ini baru pada aspek tertentu saja, belum mencakup konsep secara keseluruhan. Hal ini menunjukan belum adanya kejelasan konsep nilai di kalangan anggota Polri.

Kondisi Komitmen Moral Polri
Kondisi komitmen moral Polri yang terekam berdasarkan angket yang tersebar di empat Polda, dapat dilihat pada Gambar. Terlepas dari pilihan 5 indikator komitmen moral penting dan kurang penting, ternyata skor di atas 2,50 pada rentang skor maksimum 3, hanya diperoleh 3 indikator yaitu: keramahan, keadilan, dan pantang berbuat jahat. Sedangkan skor terendah adalah indikator kepatuhan dan demokrasi.



Bila dikaitkan dengan pilihan responden terhadap 5 indikator moral Polri paling penting yang telah ditentukan, ternyata kedudukannya tidak pada lima skor tertinggi pilihan responden. Lima skor tertinggi pada Gambar tersebut adalah keramahan, keadilan, pantang berbuat jahat, keikhlasan, dan sopan santun. Hanya ada satu indikator yaitu keikhlasan dengan skor 2,46 yang masuk pada kelompok lima skor tertinggi. Kondisi ini memberi gambaran bahwa setelah anggota Polri memahami 5 indikator komitmen moral inti, kenyataan di lapangan setelah mereka melaksanakan tugas, komitmen moral tersebut tidak selalu dapat diterapkan, terlihat dari perolehan skor jawaban angket yang belum seluruhnya menjadi kelompok 5 skor tertinggi.
Kenyataan 5 indikator inti komitmen moral yang belum sepenuhnya dapat diterapkan (selain indikator keikhlasan), menunjukkan ada kesenjangan proses pelaksanaan tugas dari yang seharusnya mereka laksanakan, sehingga perlu ada tindak lanjut bagaimana membina, melatih, dan mengawasi penerapan komitmen moral tersebut baik selama pendidikan maupun setelah bertugas di kewilayahan.

Gambaran Komitmen Moral Polri yang Diharapkan
Komitmen moral Polri merupakan tujuan yang harus dicapai oleh setiap anggota Polri, meskipun berdasarkan paparan data hasil penelitian masih memerlukan pembenahan baik dari sisi internal maupun eksternal individu angota. Secara umum berdasarkan hasil wawancara, gambaran tentang komitmen moral Polri yang diharapkan adalah sosok polisi yang jujur, penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas, serta ikhlas melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan tugas kepolisian. Ketiga indikator komitmen moral tersebut diharapkan selalu melekat dalam diri anggota Polri yang tampak pada tindakan keseharian tugasnya melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Bila ditinjau dari Tri Brata sebagai pedoman kinerja anggota Polri, maka ketiga indikator yang diharapkan sudah memenuhi ketiga Brata tersebut. kejujuran masuk pada Brata 1 dan 2, tanggungjawab terletak pada Brata 2, keikhlasan tercermin pada Brata 1 dan 3. Selain itu, ketiga indikator moral ini juga termasuk pada kelompok lima indikator yang dianggap penting dari 22 indikator yang jabarkan dalam penelitian ini.
Harapan yang tertumpu pada ketiga indikator komitmen moral tersebut tidak akan tercapai bila kondisi internal Polri tidak mendukung dan membina agar keberlanjutan penerapan komitmen moral selalu terjaga. Kondisi yang harus dibangun agar komitmen moral dapat diwujudkan terbagi menjadi dua, yaitu kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal mencakup sarana dan fasilitas tugas yang mencukupi, kesejahteraan yang memadai termasuk asuransi kesehatan dan pendidikan anak, pelatihan kompetensi anggota yang terus dilaksanakan, pembentukan team work yang solid, menditeksi mental yang baik dan dibutuhkan oleh Polri pada saat penerimaan anggota, pembinaan mental yang berkelanjutan baik saat di pendidikan maupun penugasan di kewilayahan.
Kondisi eksternal adalah kondisi lingkungan yang dapat membantu terwujudnya komitmen moral anggota Polri. Menurut responden, kondisi ini dapat terwujud apabila masyarakat pada umunya termasuk lembaga-lembaga yang membutuhkan perlindungan, pengayoman dan pelayanan Polri ikut menjaga terwujudnya perilaku anggota Polri yang mereka harapkan. Kondisi ini dapat terlaksana apabila masyarakat peduli dan memahami tugas-tugas yang harus dilakukan oleh anggota Polri. Kepedulian masyarakat untuk memahami tugas-tugas Polri tidak lepas dari internal Polri untuk memberi informasi dan pengenalan yang harus terus dilaksanakan baik melalui pemahaman pemolisian masyarakat maupun kegiatan kerjasama dengan berbagai pihak, sehingga pencitraan polisi yang diharapkan masyarakat dapat tercapai.

Strategi Membangun Komitmen Moral Polri.
Terkait dengan strategi pembangunan komitmen moral Polri, terdapat tiga alternatif strategi yang dicoba digali melalui penelitian ini. Ketiga strategi tersebut terkait dengan (1) apakah pembangunan komitmen moral sebaiknya dilakukan dari atasan ke bawahan atau sebaliknya, (2) apakah mulai saat rekrutmen dan pendidikan diteruskan setelah ditempatkan di tugas kewilayahan atau sebaliknya, dan (3) apakah melalui struktur atau melalui kultur.
Berdasarkan hasil wawancara, dalam kaitannya dengan alternatif pertama, responden dari semua kelompok sepakat bahwa pembangunan komitmen moral sebaiknya dimulai dari atasan. Alasan yang paling sering muncul karena atasan merupakan figur yang dijadikan panutan dan tuntunan bagi bawahan. Dengan demikian atasan yang bermoral akan lebih efektif dalam mendorong pembanguan komitmen moral di kalangan bawahan.
Kecenderungan yang agak berbeda diperoleh dalam wawancara dalam hal alternatif strategi pembangunan komitmen moral yang terkait dengan kapan pembangunan komitmen tersebut seharusnya dimulai. Kelompok responden Perwira, Binkar/SPK/Ropers, Lantas, dan Reskrim menyatakan bahwa pembangunan komitmen moral PLRI sebaiknya di mulai sejak rekrutmen dan dilanjutkan saat pendidikan. Sementara itu, kelompok responden, Bintara, Gadik, Taruna dan Non-Polri menyatakan bahwa pembangunan komitmen tersebut sebaiknya dilakukan sejak masa pendidikan calon polisi, khusus catatan bagi Gadik, untuk mengawal komitmen moral melalui Lemdik, nampaknya perlu dimulai dari para Gadik yang bangga (bukan karena terpaksa) menjalankan tugasnya sebagai Gadik.
Alternatif ketiga pembangunan komitmen moral Polri yang dicoba digali melalui penelitian ini ditanggapi dengan pendapat yang serupa dari responden. Pembangunan komitmen yang lebih efektif sebaiknya dilakukan melalui kultur dan struktur. Selain itu, kesadaran di kalangan perwira bahwa memberikan contoh moral yang baik akan lebih efektif dibandingkan cara yang lain nampaknya mempunyai nilai signifikansi yang lebih dibandingkan jika hal sama diungkapkan oleh kelompok non-perwira.


Faktor Pendukung dan Penghambat Komitmen Moral Polri

Faktor Pendukung

Beberapa faktor pendukung penerapan komitmen moral Polri yang diperoleh selama penelitian di lapangan dapat dijadikan pertimbangan dalam pembinaan baik di pendidikan maupun tugas di berbagai fungsi/bagian. Faktor pendukung tersebut :
  • Tekad polisi untuk mereformasi diri, terutama tentang kemandirian, profesionalisme, dan jaringan organisasi internal maupun eksternal yang semakin tertata dan meluas
  • Dukungan masyarakat dibalik sejumlah kerawanan perilaku oknum Polri tercermin dari harapan masyarakat terhadap kinerja Polri
  • Masyarakat masih mempercayai dan membutuhkan kinerja Polri untuk menanggulangi berbagai tindak kejahatan
  • Lembaga pendidikan Polri bagi siswa Polri yang baru (SPN, AKPOL, dan SEPOLWAN) atau disebut prajabatan, menghasilkan lulusan yang memiliki komitmen moral positif.

Faktor Penghambat
Sejumlah faktor penghambat terekam dalam pelaksanaan penelitian ini, baik hasil wawancara, observasi maupun berdasarkan hasil angket. Faktor tersebut adalah:
  • Masalah kesejahteraan merupakan masalah klasik yang selalu terungkap bila dikaitkan dengan peningkatan kinerja. Akan tetapi masalah ini perlu mendapat perhatian. Kesejahteraan menurut mereka adalah pendapatan yang cukup untuk membesarkan anak-anak, perumahan yang layak, kesehatan, dan asuransi kerja.
  • Mental pribadi anggota berkaitan dengan mental bawaan sebelum menjadi anggota Polri. Kondisi saat rekruitmen untuk menyaring calon anggota Polri yang baik sesuai bidang tugasnya perlu mendapat perhatian
  • Hubungan teman sejawat dan atasan juga memberi pengaruh terhadap pola kerja anggota.
  • Penerapan kriteria dalam promisi dan penempatan anggota Polri di lapangan belum sepenuhnya dilaksanakan meskipun kriterianya sudah ada. Kondisi ini terungkap karena ada daerah/jabatan basah dan kering sehingga anggota Polri yang kompetensi baik belum ditempatkan dan dimanfaatkan dengan maksimal.
  • Pengawasan terhadap previlage yang diberikan terhadap anggota Polri fungsi tertentu berkaitan dengan tugasnya, memerlukan ketegasan dalam hal pelaksanaan pengawasannya.

Rekomendasi
Dengan mendasarkan pada beberapa kesimpulan di atas maka rekomendasi yang bisa diajukan adalah:
  1. Menentukan strategi pembinaan komitmen moral Polri yang berkelanjutan baik di lembaga pendidikan maupun
  2. Pengembangan komitmen moral Polri perlu dilakukan dengan pendekatan komprehensif dan terpadu dengan mempertimbangkan kultur daripada struktur, nurani (keteladanan) daripada nalar, dan mendahulukan pimpinan. (a) Pelaksanaannya di lembaga pendidikan dan di lingkungan tugas; (b) Pelaksananya : pendidik, pimpinan Polri, dan pimpinan masyarakat (misalnya ulama); (c) Metode dan strateginya bersifat multimetode dengan berbagai strategi, yang tercakup dalam: inkulkasi (kebalikan dari indoktrinasi), keteladanan, fasilitasi nilai dan moralitas, dan pengembangan keterampilan hidup (soft skills)
  3. Model Pengembangan Komitmen Moral Polri perlu diuji secara terbatas dan secara luas sehingga layak diimplementasikan
  4. Memperjelas dan mempertegas posisi nilai-nilai di dalam lembaga pendidikan Polri
  5. Upaya Pencitraan Polri melalui tindakan membatasi berbagai penyimpangan, mensosialisasikan pemolisian masyarakat, membangun program kemitraan secara lebih luas.
  6. Mengkaji sistem insentif Polri untuk membina komitmen moral
  7. Meningkatkan ketegasan perilaku anggota Polri yang berhubungan dengan ancaman tindakan yang dianggap melanggar HAM.
  8. Mengkaji disetiap jabatan tentang pengaruh lingkungan kerja terhadap perubahan komitmen moral Polri.
  9. Mengkaji perbedaan kelas Polda atau karakteristik daerah propinsi dan pengaruhnya terhadap penerapan komitmen moral Polri
  10. Perlu ada kajian lebih lanjut tentang deskripsi dan klarifikasi nilai-nilai komitmen moral Polri.
  11. Secara bertahap meningkatkan profesionalitas Bintara melalui berbagai program
Locations of visitors to this page